Ibnu Sina (Avicenna)
Ibnu Sina adalah seorang pakar kedokteran terkenal dan mendunia. Dia dikenal dengan bapak kedokteran modern, atas berkat usahanya yang merubah dan memunculkan wawasan dan warna baru di dunia kedoteran. Namun, selain beliau berkecimpung di bidang kedokteran, ternyata beliau juga lihai dalam bidang filsafat. Subhanallah
demikian;
“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab- kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.”
Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.
Latar Belakangnya
Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir di jaman keemasan Peradaban Islam. Pada jaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani dari jaman Plato, sesudahnya hingga jaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar,Trigonometri, dan ilmu pengobatan. Pada jaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di jaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.
Ilmu-ilmu lain seperti studi tentang Al-Quran dan Hadist berkembang dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur seorang matematikawan terkenal, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan dan ilmuwan terkenal lainya.
Karir Ibnu Sina
Mengawali karirnya yang pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya, yaitu membantu tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. Ia misalnya diminta menyusun kumpulan pemikiran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk ini ia menyusun buku al-Majmu’. Setelah itu ia menulis buku al-Hashil wa al-Mashul dan al-Birr wa al-Ism atas permintaan Abu Bakar al-Barqy al-Hawarizmy.
Setelah usianya memasuki dua puluh dua tahun, ayahnya meninggal dunia, dan kemudian terjadi kemelut politik di tubuh pemerintahan Nuh bin Mansur. Kedua orang putera kerajaan, yaitu Mansur dan Abd Malik saling berebut kekuasaan, yang dimenangkan oleh Abd Malik. Selanjutnya dalam pemerintahan yang belum stabil itu terjadi serbuam yang dilakukan oleh kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh wilayah kerajaan Samani yang berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut.
Dalam keadaan situasi politik yang bagitu ricuh, Ibnu Sina memutuskan untuk meninggalkan daerah asalnya. Ia pergi ke Karkang yang termasuk ibukota al-Khawarizm, dan di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat penghormatan dan perlakuan yang baik. Di kota ini pula Ibnu Sina banyak berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan seperti, Abu al-Khir al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani, Abu Rayhan al-Biruni dan Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin dan terus ke Jurjan. Setelah kota yang ia singgahi terakhir ini juga kurang aman, Ibnu Sina memutuskan pindah ke Rayi dan bekerja pada As-Sayyidah dan puteranya Madjid al-Daulah yang pada waktu itu terserang penyakit, dan membantu menyembuhkannya.
Karya-Karya Ibnu Sina
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan, diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
Selain kitab-kitab tersebut masih banyak karya dari ibnu sina yang berjumlah cukup besar, namun untuk mengetahui berapa jumlah buku karya-karya ibnu sina tersebut secara pasti sangatlah sulit, mengingat perbedaan tentang sedikit banyaknya data yang digunakan. Namun untuk menjawab hal ini, setidaknya ada dua pendapat.
Mengawali karirnya yang pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya, yaitu membantu tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. Ia misalnya diminta menyusun kumpulan pemikiran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk ini ia menyusun buku al-Majmu’. Setelah itu ia menulis buku al-Hashil wa al-Mashul dan al-Birr wa al-Ism atas permintaan Abu Bakar al-Barqy al-Hawarizmy.
Setelah usianya memasuki dua puluh dua tahun, ayahnya meninggal dunia, dan kemudian terjadi kemelut politik di tubuh pemerintahan Nuh bin Mansur. Kedua orang putera kerajaan, yaitu Mansur dan Abd Malik saling berebut kekuasaan, yang dimenangkan oleh Abd Malik. Selanjutnya dalam pemerintahan yang belum stabil itu terjadi serbuam yang dilakukan oleh kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh wilayah kerajaan Samani yang berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut.
Dalam keadaan situasi politik yang bagitu ricuh, Ibnu Sina memutuskan untuk meninggalkan daerah asalnya. Ia pergi ke Karkang yang termasuk ibukota al-Khawarizm, dan di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat penghormatan dan perlakuan yang baik. Di kota ini pula Ibnu Sina banyak berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan seperti, Abu al-Khir al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani, Abu Rayhan al-Biruni dan Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin dan terus ke Jurjan. Setelah kota yang ia singgahi terakhir ini juga kurang aman, Ibnu Sina memutuskan pindah ke Rayi dan bekerja pada As-Sayyidah dan puteranya Madjid al-Daulah yang pada waktu itu terserang penyakit, dan membantu menyembuhkannya.
Pendidikan Ibnu Sina
Pendidikan Ibnu Sina di mulai pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang Ibnu Sina pelajari adalah membaca al-Qur’an, setelah itu pendidikan Ibnu sina dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Ibnu Sina berhasil menghafal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Pendidikan Ibnu Sina di mulai pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang Ibnu Sina pelajari adalah membaca al-Qur’an, setelah itu pendidikan Ibnu sina dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Ibnu Sina berhasil menghafal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun.
Dalam bidang Pendidikan lain, ibnu sina juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.Dengan kecerdasan yang beliau miliki, beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang-cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada saat ibnu sina menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami isinya. setelah ibnu sina membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya kepada Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun ibnu sina mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, dalam bidang pendidikan ibnu sina juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, di sinilah ibnu sina melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik. dalam sejarah, pendidikan ibnu sina tidak diragukan lagi, dari kesungguhan dan keseriusan beliau, secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih besar bagi kita umat islam seluruh dunia. dari ketekunan dan kesungguhan ibnu sina, kita dalam belajar bagaimana sejarah perjalanan pendidikan ibnu sina yang penuh perjuangan dan kerja keras.
Pada usia 16 tahun ibnu sina mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, dalam bidang pendidikan ibnu sina juga banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, di sinilah ibnu sina melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik. dalam sejarah, pendidikan ibnu sina tidak diragukan lagi, dari kesungguhan dan keseriusan beliau, secara tidak langsung telah memberikan sumbangsih besar bagi kita umat islam seluruh dunia. dari ketekunan dan kesungguhan ibnu sina, kita dalam belajar bagaimana sejarah perjalanan pendidikan ibnu sina yang penuh perjuangan dan kerja keras.
Karya-Karya Ibnu Sina
Dalam sejarah kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku karangannya hampir meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan, diantarannya ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra arab. Adapun karya-karyanya sebagai berikut :
- Kitab Qanun fi al-Thib, yang merupakan karya ibnu sina dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima abad. Buku ini merupakan iktisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur.
- Kitab As-Syifa, yang merupakan karya ibnu sina juga dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat dengan segala aspeknya
- Kitab An-Najah, yang merupakan kitab yang berisikan ringkasan dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah, selain itu buku ini juga secara lengkap membahas tentang pemikiranIbnu Sina tentang ilmu Jiwa.
- Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah, yang merupakan karyanya dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab dan masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul, penerbitannya pertama kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat hingga sekarang.
- Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah.
- Kitab Lisan al-Arab, kitab ini merupakan hasil karyanya dalam bidang sastra Arab. Kitab ini berjumlah mencapai sepuluh jilid. Menurut suatu informasi menjelaskan bahwa buku ini Ibnu Sina susun sebagai jawaban terhadap tantangan dari seorang pujangga sastra bernama Abu Mansur al-Jubba’I di hadapan Amir ‘Ala ad-Daulah di Ishfahan.
Kitab Qanun |
Lembaran dari kitab Qanun |
Pertama, dari penyelidikan yang dilakukan oleh Father dari Domician di Kairo terhadap karya-karya Ibnu Sina, ia mencatat sebanyak 276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah.
Kedua, Phillip K.Hitti dengan menggunakan daftar yang dibuat al-Qifti mengatakan bahwa karya-karya Ibnu Sina sekitar 99 (sembilan puluh sembilan) buah (Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 65)
Kontribusi Ibnu Sina
kontribusi yang ditorehkan dari hasil karya-karya ibnu sina atau avicenna telah menghantarkan kepada manusia akan pengetahuan mereka dalam bidang kedokteran.Ibnu sina tidak saja memberikan kontribusi dalam bidang kedokteran, akan tetapi dalam bidang-bidang lainnya. Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertamamenggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair, sehingga Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia, ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku – buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya. Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al-Isyarat wat-Tanbihat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat wat-Tanbihat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari itu, karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun (di barat terkenal dengan sebutan Canon of Medicine) yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini. Selain itu, masih banyak lagi karangan-karangan lain di bidang filsafat, etika, logika, dan psikologi.
Kontribusi Ibnu Sina
kontribusi yang ditorehkan dari hasil karya-karya ibnu sina atau avicenna telah menghantarkan kepada manusia akan pengetahuan mereka dalam bidang kedokteran.Ibnu sina tidak saja memberikan kontribusi dalam bidang kedokteran, akan tetapi dalam bidang-bidang lainnya. Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertamamenggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair, sehingga Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia, ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku – buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya. Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al-Isyarat wat-Tanbihat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat wat-Tanbihat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari itu, karyanya yang paling masyhur adalah Al-Qanun (di barat terkenal dengan sebutan Canon of Medicine) yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini. Selain itu, masih banyak lagi karangan-karangan lain di bidang filsafat, etika, logika, dan psikologi.
Filsafat Ibnu Sina
Ibnu Sina sangat mengutamakan logika, justru fikiran adalah satu jalan pengetahuan yang diberikan dengan satu aturan tertentu kepada suatu yang tidak diketahui. Jalan fikirannya bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia.
Menurut dia, ada tiga macam sesuatu yang ada. Pertama, pentingnya dalam diri sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri (yakni Tuhan). Kedua, berkehendak kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikannya. Ketiga, makhluk mungkin, yaitu bisa ada dan bisa tidak ada, dan dia sendiri tidak butuh kepada kejadiannya (benda-benda yang tak berakal seperti pohon-pohon, batu, dan sebagainya).
Secara garis besar Ibnu Sina membagi menjadi dua segi yaitu:
Segi fisika, yang membicarakan tentang macam – macam jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya – daya: Makan (nutrition), Tumbuh (growth), Berkembang biak (reproduction).
Jiwa binatang dengan daya-daya: Gerak (locomotion), Menangkap (perception) dengan dua bagian: Menagkap dari luar dengan panca indera dan Menangkap dari dalam dengan indera – indera dalam:
- Indera bersama, yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera.
- Representasi, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama.
- Imajinasi, yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi.
- Estimasi, yang dapat menangkap hal – hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.
- Rekoleksi yang menyimpan hal – hal abstrak yang diterima oleh estimasi.
- Praktis, yang hubungannya dengan badan.
- Teoritis, yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan:
- Akal materil, yang semata – mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih sedikitpun.
- Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal – hal abstrak.
- Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal – hal abstrak.
- Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal – hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi.
Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :
- Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina mumtani’ yaitu sesuatu yang mustahil berwujud. Sebagai contoh adanya kosmos lain disamping kosmos yang ada.
- Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.
- Essensi yang mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama – lamanya. Yang serupa ini disebut mesti berwujud yaitu Tuhan. Dan wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.
Ibnu Sina merupakan murid al Farabi, jadi tidak mengherankan apabila banyak pemikiran yang memiliki kesamaan antara pemikiran Ibnu Sina dengan al Farabi. Dalam teori ketuhanan, keduanya membedakan wujud dari esensi dan menetapkan bahwa wujud sesuatu bukan merupakan bagian dari esensinya.
Kita bisa membayangkannya tanpa bias mengetahui ia ada atau tidak. Sebab, wujud merupakan salah satu aksidensia bagi substansi bukan sebagai unsur pengadanya. Prinsip demikian berlaku bagi Yang Maha Esa SWT, yang wujudnya tidak berpisah dari substansinya.
Berdasarkan jalan pikiran semacam ini, al Farabi dan Ibnu Sina menyimpulkan bahwa kita tidak membutuhkan pembuktian yang panjang untuk menetapkan eksistensi Allah. Kita cukup mengetahui zat-Nya sekaligus. Bukti ontologis ini lebih bersifat metafisis dibandingkan fisis.
Hamzah Ya’kub menambahkan bahwa Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Dengan kata lain, Ibnu Sina memandang hubungan sebab akibat dan betapakah sebab itu, datang pula Tuhan sebagai sebab. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.
Kesimpulan
- Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir di banyak bidang seperti kedokteran, politik, kesenian, dan filsafat. Ia juga seorang yang produktif menelurkan karya. Salah satu karyanya adalah as-Syifa’ yang memuat tentang filsafat.
- Jalan fikiran ibnu Sina bertolak dari konsepsi makhluk dan mengembangkan dengan argumentasi ontologia. Secara garis besar, ia membagi sesuatu yang ada atas dua sisi. Yaitu Fisika dan Metafisika.
- Ibnu Sina menganggap Tuhan adalah sebab yang efficient dari alam. Tuhan bertindak dalam alam yang bergerak terus-menerus dalam wujud yang ada, sebagai sebab dirinya sendiri atau dibutuhkan oleh yang lain.
Konsep dan Metode Pendidikan dan Pengajaran Ibnu Sina
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj, yang berarti jalan terang yang harus ditempuh oleh pendidik bersam anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Selain itu kurikulum juga dipandang sebagai suatu program yang direncakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Selanjutnya dalam pembahasan ini, akan dikemukakan beberapa pandangan Ibnu Sina tentang kurikulum tersebut, yang ia membagi kurikulum tersebut kepada tinggakatan usia, sebagai berikut :
a. Usia 3 sampai 5 Tahun
Menurut Ibnu Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Olahraga sebagai pendidikan jasmani, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya . Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja di antara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana saja yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan si anak.
Pelajaran olahraga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak serta berfungsinya organ tubuh secara optimal. Hal ini penting mengingat jasad/tubuh adalah tempat bagi jiwa yang harus dirawat agar tetap sehat dan kuat. Mata pelajaran olah raga yang menginginkan kesehatan jasmani memang mendapat perhatian dari Ibnu Sina, apalagi jika dihubungkan dengan keahliannnya di bidang ilmu kesehatan/ kedokteran, tentu Ibnu Sina memahami begitu pentingnya pelajaran oleh raga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jasmani.
Pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pelajaran budi pekerti ini sangat dibutuhkan dalam rangka membina kepribadian si anak sehingga jiwanya menjadi suci, terhindar dari perbuatan-perbuatan buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya rusak dan sukar diperbaiki kelak di usia dewasa. Dengan demikian, Ibnu Sina memandang pelajaran akhlak sangat penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan akhlak harus dimulai dari keluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara berkelanjutan sehingga terbentuk karakter atau kepribadian yang baik bagi si anak.
Pendidikan kebersihan juga mendapat perhatian Ibnu Sina. Pendidikan ini diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga menjadi salah satu ajaran mulia dalam Islam. Ibnu Sina mengatakan, bahwa pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Pendidikan seni suara dan kesenian diperlukan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya. Jiwa seni perlu dimiliki sebagai salah satu upaya untuk memperhalus budi yang pada gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka keindahan
b. Usia 6 tahun sampai 14 tahun.
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran olahraga.
Pelajaran al-Qur'an adalah pelajaran pertama dan yang paling utama diberikan kepada anak yang sudah mulai berfungsi rasionalitasnya. Pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam seperti pelajaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran agama lain-nya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an. Selain itu pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai al-Qur'an berarti ia telah menguasai ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa al-Qur'an.
Pelajaran keterampilan diperlukan untuk mempersiapkan anak mampu mencari penghidupannya kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal dengan vokasional. Setelah kanak-kanak diajar membaca al-Qur'an, menghafal dasar-dasar bahasa, barulah dilihat kepada pekerjaan yang akan dikerjakannya dan ia dibimbing ke arah itu, setelah gurunya tahu bahwa bukan semua pekerjaan yang diinginkannya bisa dibuatnya tetapi adalah yang sesuai dengan tabiatnya. jika ia ingin menjadi jurutulis maka haruslah ia diajar surat menyurat, pidato, diskusi, dan perdebatan dan lain-lain lagi. Begitu juga ia perlu belajar berhitung dan mempelajari tulisan indah. Kalau dikehendaki yang lain maka ia disalurkan ke situ.
Pelajaran sya'ir tetap dibutuhkan di usia ini sebagai lanjutan dari pelajaran seni pada tingkat sebelumnya. Anak perlu menghafal sya'ir-sya'ir yang mengandung nilai-nilai pendidikan akan sangat berguna dalam menuntun perilakunya, di samping petunjuk al-Qur'an dan Sunnah. Pelajaran ini dimulai dengan menceritakan syair-syair yangmenceritakan anak-anak yang glamour, sebab lebih mudah dihafal dan mudah menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek. Kemudian Ibnu Sina menolak ungkapan "seni adalah untuk seni", ia berpendapat bahwa seni dalam syair merupakan sarana pendidikan akhlak.
Pelajaran olah raga harus disesuaikan dengan tingkat usia ini. Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran pada usia ini adalah olahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta. Tentu semua ini berdasarkan kebutuhan si anak dan disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
c. Usia 14 tahun ke atas
Menurut Ibnu Sina kurikulum pada usia ini tidaklah sama seperti kurikulum pada usia sebelumnya, pada usia ini ia membagi kurikulum tersebut kepada mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Mata pelajaran yang bersifat teoritis antara lain ilmu fisika dan matematika, dan ilmu ketuhanan. Adapun mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang car-cara pengurusan tingakah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengakaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintahan, kota dengan kota, bangsa dan bangsa.
Dari beberapa penjelasan tentang kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina,jelaslah bahwa ia sangat menekankan faktor psikologis dalam membagi beberapa pelajaran yang harus diajarkan kepada anak didik, yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan usia anak didik tersebut.
Metode Pendidikan
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dan cara dalam menstransfer ilmu pengetahuan (materi pelajaran) kepada peseta didik dianggap lebih signifikan dibandingkan dengan materi itu sendiri. Sebuah unggapan dalam bahasa Arab menyatakan bahwa “ al-Thariqatu Ahammu min al-Maddah ”, jika ungkapan ini diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka maksudnya adalah bahwa metode itu jauh lebih penting dibandingkan sebuah materi. Hal ini mengindikasikan bahwa metode yang digunakan dalam penyampaian pelajaran sangat berperan dalam keberhasilan mencapai tujuan pelajaran tersebut.
Mengenai metode pendidikan, Ibnu Sina juga sangat menaruh perhatiannya kepada metode-metode pendidikan tersebut. Metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain, metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan,diskusi, mangang, dan penugasan.
Metode talqin digunankan pada pembelajaran baca al-Quran. Dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan al-Quran keapda anak didik, sebagian-sebagian, setelah anak didik disuruh untuk mengikutinya dan melakukan hal tersebut secara terus-menerus hingga ia hafal. Metode demonstrasi yang dimaksud adalah metode yang digunakan dalam pengajaran menulis, dimana seorang guru memberikan contoh cara menulis sebuah huruf, yang kemudian diikuti oleh para muridnya. Mengenai metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang sangat efektif, khususnya dalam pengajaran akhlak. Mengenai metode diskusi ini dapat digunakan dalam pengajaran ilmu yang bersifat rasional dan teoritis. Selanjutnya Metode mangang yang dimaksud adalah metode yang dapat digunakan dalam pengajaran ilmu kedokteran, dimana setelah para peserta didik diajarkan tentang berbagai teori di dalam kelas,maka para pesert didik tersebut juga dituntut untuk melakukan mangang,yaitu mempraktekan semua ilmu yang telah diketahui di rumah sakit maupu di balai kesehatan. Mengenai metode penugasan yang dimaksud adalah guru memberikan penyajian pembelajaran dengan memberikan tugas tertentu sehingga para peserta didika melakukan kegiatan belajar.
Dari beberapa metode tersebut jelaslah bahwa penggunaan metode sangat diperlukan dalam sebuah pembelajaran,terlebih metode yang digunakan haruslah cocok dengan materi yang diajarkan, sehingga para peserta didik menjadi lebih mudah dan menyenangkan dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut.
Konsep Guru
Guru merupakan juru kunci kesukesan dalam sebuah pembelajaran, sehingga Ibnu Sina juga menaruh perhatiannya kepada kriteria yang harus dimilki oleh guru. Mengenai hal ini ia menjelaskan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan murid-muridnya,tidak bermuka masam,sopan santun,bersih dan suci murni. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa seorang guru sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya,cerdas,teliti,sabar,telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, geamr bergaul dengan anak-anak,tidak sombong dan berpenampilan rapi. Selain itu guru juga harus mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan dirinya sendiri, menjauhi sifat-sifat raja dan orang-orang yang berakhlak tercela, mengetahui etika dalam majlis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Penjelasan ini menerangkan bahwa Ibnu Sina sangat menekankan bahwa guru merupakan sosok yang baik dan memiliki kepribadian yang baik pula .Disamping itu, guru juga dituntut untuk memiliki berbagai macam kemampuan mengajar yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru, sebagaimana kemampuan tersebut yang telah dijelaskan diatas, hal ini juga mengindikasikan bahwa seorang guru seharusnya tidak hanya menjadi guru bagi para muridnya, tetapi juga menjadi guru bagi kehidupan orang lain sepanjang hidupnya.
Hukuman dalam Pendidikan
Ibnu Sina selain memberikan garis-garis besar tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, ia juga mempunyai konsep tentang hukuman dalam pendidikan. Mengenai hal ini ia menyebutkan bahwa suatu kewajiban pertama bagi seorang guru adalah mendidikanka dengan sopan santun, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya.
Jika terpaksa harus mendidik dengan memberikan hukuman kepada peserta didik, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dahulu, jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati,lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan raut muka yang kusam, atau dengan cara yang lain agar ia kembali kepada perbuatan baik.
Wafatnya Ibnu Sina
Ibnu Sina sina terserang penyakit Colic, dan karena keinginannya yang kuat untuk sembuh, sehingga dikisahkan bahwa pada saat itu Ibnu Sina pernah minta obat sampai delapan kali dalam sehari. Namun sekalipun kondisinya yang memburuk karena penyakit yang ia derita, ia masih saja tetap aktif menhadiri sidang-sidang majelis ilmu di Ishfaha. Kemudian ketika al-Daulah bermaksdu akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan ikut dalam rombongan tersebut. Ditengah perjalanan ia kembali diserang penyakit, dan dalam keadaan yang demikian itu ia berkata, segala tenaga pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan segala pengobatan sudah tidak berguna lagi[Taysir Syaikh al-Arld, h. 21].
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj, yang berarti jalan terang yang harus ditempuh oleh pendidik bersam anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Selain itu kurikulum juga dipandang sebagai suatu program yang direncakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Selanjutnya dalam pembahasan ini, akan dikemukakan beberapa pandangan Ibnu Sina tentang kurikulum tersebut, yang ia membagi kurikulum tersebut kepada tinggakatan usia, sebagai berikut :
a. Usia 3 sampai 5 Tahun
Menurut Ibnu Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Olahraga sebagai pendidikan jasmani, Ibnu Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya . Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja di antara anak didik yang perlu diberikan pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu dilatih berolahraga lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana saja yang memerlukan dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula olahraga yang tergolong ringan, cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini disesuaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan si anak.
Pelajaran olahraga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak serta berfungsinya organ tubuh secara optimal. Hal ini penting mengingat jasad/tubuh adalah tempat bagi jiwa yang harus dirawat agar tetap sehat dan kuat. Mata pelajaran olah raga yang menginginkan kesehatan jasmani memang mendapat perhatian dari Ibnu Sina, apalagi jika dihubungkan dengan keahliannnya di bidang ilmu kesehatan/ kedokteran, tentu Ibnu Sina memahami begitu pentingnya pelajaran oleh raga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jasmani.
Pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pelajaran budi pekerti ini sangat dibutuhkan dalam rangka membina kepribadian si anak sehingga jiwanya menjadi suci, terhindar dari perbuatan-perbuatan buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya rusak dan sukar diperbaiki kelak di usia dewasa. Dengan demikian, Ibnu Sina memandang pelajaran akhlak sangat penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan akhlak harus dimulai dari keluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara berkelanjutan sehingga terbentuk karakter atau kepribadian yang baik bagi si anak.
Pendidikan kebersihan juga mendapat perhatian Ibnu Sina. Pendidikan ini diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga menjadi salah satu ajaran mulia dalam Islam. Ibnu Sina mengatakan, bahwa pelajaran hidup bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak tidur kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.
Pendidikan seni suara dan kesenian diperlukan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya. Jiwa seni perlu dimiliki sebagai salah satu upaya untuk memperhalus budi yang pada gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka keindahan
b. Usia 6 tahun sampai 14 tahun.
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir, dan pelajaran olahraga.
Pelajaran al-Qur'an adalah pelajaran pertama dan yang paling utama diberikan kepada anak yang sudah mulai berfungsi rasionalitasnya. Pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama Islam seperti pelajaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak dan pelajaran agama lain-nya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an. Selain itu pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai al-Qur'an berarti ia telah menguasai ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa al-Qur'an.
Pelajaran keterampilan diperlukan untuk mempersiapkan anak mampu mencari penghidupannya kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal dengan vokasional. Setelah kanak-kanak diajar membaca al-Qur'an, menghafal dasar-dasar bahasa, barulah dilihat kepada pekerjaan yang akan dikerjakannya dan ia dibimbing ke arah itu, setelah gurunya tahu bahwa bukan semua pekerjaan yang diinginkannya bisa dibuatnya tetapi adalah yang sesuai dengan tabiatnya. jika ia ingin menjadi jurutulis maka haruslah ia diajar surat menyurat, pidato, diskusi, dan perdebatan dan lain-lain lagi. Begitu juga ia perlu belajar berhitung dan mempelajari tulisan indah. Kalau dikehendaki yang lain maka ia disalurkan ke situ.
Pelajaran sya'ir tetap dibutuhkan di usia ini sebagai lanjutan dari pelajaran seni pada tingkat sebelumnya. Anak perlu menghafal sya'ir-sya'ir yang mengandung nilai-nilai pendidikan akan sangat berguna dalam menuntun perilakunya, di samping petunjuk al-Qur'an dan Sunnah. Pelajaran ini dimulai dengan menceritakan syair-syair yangmenceritakan anak-anak yang glamour, sebab lebih mudah dihafal dan mudah menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek. Kemudian Ibnu Sina menolak ungkapan "seni adalah untuk seni", ia berpendapat bahwa seni dalam syair merupakan sarana pendidikan akhlak.
Pelajaran olah raga harus disesuaikan dengan tingkat usia ini. Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran pada usia ini adalah olahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta. Tentu semua ini berdasarkan kebutuhan si anak dan disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
c. Usia 14 tahun ke atas
Menurut Ibnu Sina kurikulum pada usia ini tidaklah sama seperti kurikulum pada usia sebelumnya, pada usia ini ia membagi kurikulum tersebut kepada mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Mata pelajaran yang bersifat teoritis antara lain ilmu fisika dan matematika, dan ilmu ketuhanan. Adapun mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu akhlak yang mengkaji tentang tentang car-cara pengurusan tingakah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami istri, anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengakaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintahan, kota dengan kota, bangsa dan bangsa.
Dari beberapa penjelasan tentang kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina,jelaslah bahwa ia sangat menekankan faktor psikologis dalam membagi beberapa pelajaran yang harus diajarkan kepada anak didik, yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan usia anak didik tersebut.
Metode Pendidikan
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dan cara dalam menstransfer ilmu pengetahuan (materi pelajaran) kepada peseta didik dianggap lebih signifikan dibandingkan dengan materi itu sendiri. Sebuah unggapan dalam bahasa Arab menyatakan bahwa “ al-Thariqatu Ahammu min al-Maddah ”, jika ungkapan ini diartikan ke dalam bahasa Indonesia, maka maksudnya adalah bahwa metode itu jauh lebih penting dibandingkan sebuah materi. Hal ini mengindikasikan bahwa metode yang digunakan dalam penyampaian pelajaran sangat berperan dalam keberhasilan mencapai tujuan pelajaran tersebut.
Mengenai metode pendidikan, Ibnu Sina juga sangat menaruh perhatiannya kepada metode-metode pendidikan tersebut. Metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain, metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan,diskusi, mangang, dan penugasan.
Metode talqin digunankan pada pembelajaran baca al-Quran. Dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan al-Quran keapda anak didik, sebagian-sebagian, setelah anak didik disuruh untuk mengikutinya dan melakukan hal tersebut secara terus-menerus hingga ia hafal. Metode demonstrasi yang dimaksud adalah metode yang digunakan dalam pengajaran menulis, dimana seorang guru memberikan contoh cara menulis sebuah huruf, yang kemudian diikuti oleh para muridnya. Mengenai metode pembiasaan dan teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang sangat efektif, khususnya dalam pengajaran akhlak. Mengenai metode diskusi ini dapat digunakan dalam pengajaran ilmu yang bersifat rasional dan teoritis. Selanjutnya Metode mangang yang dimaksud adalah metode yang dapat digunakan dalam pengajaran ilmu kedokteran, dimana setelah para peserta didik diajarkan tentang berbagai teori di dalam kelas,maka para pesert didik tersebut juga dituntut untuk melakukan mangang,yaitu mempraktekan semua ilmu yang telah diketahui di rumah sakit maupu di balai kesehatan. Mengenai metode penugasan yang dimaksud adalah guru memberikan penyajian pembelajaran dengan memberikan tugas tertentu sehingga para peserta didika melakukan kegiatan belajar.
Dari beberapa metode tersebut jelaslah bahwa penggunaan metode sangat diperlukan dalam sebuah pembelajaran,terlebih metode yang digunakan haruslah cocok dengan materi yang diajarkan, sehingga para peserta didik menjadi lebih mudah dan menyenangkan dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut.
Konsep Guru
Guru merupakan juru kunci kesukesan dalam sebuah pembelajaran, sehingga Ibnu Sina juga menaruh perhatiannya kepada kriteria yang harus dimilki oleh guru. Mengenai hal ini ia menjelaskan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan murid-muridnya,tidak bermuka masam,sopan santun,bersih dan suci murni. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa seorang guru sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya,cerdas,teliti,sabar,telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, geamr bergaul dengan anak-anak,tidak sombong dan berpenampilan rapi. Selain itu guru juga harus mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan dirinya sendiri, menjauhi sifat-sifat raja dan orang-orang yang berakhlak tercela, mengetahui etika dalam majlis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.
Penjelasan ini menerangkan bahwa Ibnu Sina sangat menekankan bahwa guru merupakan sosok yang baik dan memiliki kepribadian yang baik pula .Disamping itu, guru juga dituntut untuk memiliki berbagai macam kemampuan mengajar yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru, sebagaimana kemampuan tersebut yang telah dijelaskan diatas, hal ini juga mengindikasikan bahwa seorang guru seharusnya tidak hanya menjadi guru bagi para muridnya, tetapi juga menjadi guru bagi kehidupan orang lain sepanjang hidupnya.
Hukuman dalam Pendidikan
Ibnu Sina selain memberikan garis-garis besar tentang prinsip-prinsip pendidikan akhlak, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, ia juga mempunyai konsep tentang hukuman dalam pendidikan. Mengenai hal ini ia menyebutkan bahwa suatu kewajiban pertama bagi seorang guru adalah mendidikanka dengan sopan santun, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya.
Jika terpaksa harus mendidik dengan memberikan hukuman kepada peserta didik, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dahulu, jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati,lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan raut muka yang kusam, atau dengan cara yang lain agar ia kembali kepada perbuatan baik.
Wafatnya Ibnu Sina
Ibnu Sina sina terserang penyakit Colic, dan karena keinginannya yang kuat untuk sembuh, sehingga dikisahkan bahwa pada saat itu Ibnu Sina pernah minta obat sampai delapan kali dalam sehari. Namun sekalipun kondisinya yang memburuk karena penyakit yang ia derita, ia masih saja tetap aktif menhadiri sidang-sidang majelis ilmu di Ishfaha. Kemudian ketika al-Daulah bermaksdu akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan ikut dalam rombongan tersebut. Ditengah perjalanan ia kembali diserang penyakit, dan dalam keadaan yang demikian itu ia berkata, segala tenaga pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan segala pengobatan sudah tidak berguna lagi[Taysir Syaikh al-Arld, h. 21].
Karena hal tersebut ia pun kemudian mandi dan bertobat kepada Allah, menyedekahkan segala kekayaannya kepada kaum fakir, memaafkan setiap orang yang pernah menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca al-Quran sehingga khatam tiga hari sekali, sampi ia menghembuskan nafasnya yanag terakhir. Sehingga Ibnu Sina pun wafat pada hari Jum’at bulan Ramadhan apda tahun 428 H, bertepatan dengan tahun 1037 M, dan dimakamkan di Hamadan [Abd al-Salam kafany, Kitab al-Zahaby li al-Mahrajah al-Alay li al-Dzikr Ibn Sina, ( Mesir : t.p.,1952), h. 162. ]
Demikian biografi singkat Ibnu Sina yang saya kumpulkan dari berbagai sumber dan informasi. Saya berharap agar bermanfaat dan berguna bagi anda sekalian!. bila ada kekurangan, kesilapan, dan kesalahan mohon dimaklumi. salam saya .....
Daftar Pustaka
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Penj. Yudian Wahyudi Asmin, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, Cet. III, 2004
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pertama, 2002
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985
Ya’kub, Hamzah, Filsafat Agama: Titik Temu Akal Dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992
0 Komentar